Menumbuhkan minat menulis pada anak

Timbul sebuh pertanyaan besar. Bagaimana menjadi seorang penulis besar?. Apakah bisa menjadi penulis dengan hanya mengandalkan kemampuan berimajinasi?. Apakah bisa mengeluarkan sebuah karya tulis besar dengan hanya menulis beberapa buah tulisan di koran, majalah, atau membuat buku?. Beberapa pertanyaan tersebut, dapat dijawab “bisa” oleh beberapa orang yang memiliki naluri menulis, namun perlu waktu untuk bisa hingga sampai mengeluarkan hasil karya yang fantastis.

JK Rowling, Habiburrahman Elshirazy, Emha Ainun Nadjib, Asma Nadia, Helvy Tiana Rossa, dan Joni Ariadinata serta beberapa penulis Best Seller lainnya, menjadi penulis Best Seller melalui perjalanan panjang. Mereka selalu mencoba membuat karya tulis-karya tulis baru, meskipun tidak mendapatkan penghargaan yang baik dari pasar. Hingga pada akhirnya setelah berkali-kali membuat karya tulis, kemampuan merekapun semakin terasah untuk membuat karya tulis yang sesuai dengan pasar saat ini, hal itu merupakan buah dari pengalaman yang telah mereka alami. Sehingga pasarpun mengenal dan tertarik dengan hasil yang telah mereka buat.

Melihat dari pengalaman tersebut, maka perlu ada upaya untuk menumbuhkan  kebiasaan menulis sejak dini, sejak anak-anak telah mampu membaca dan menulis. Menurut Piaget, dalam Hurlock (2005: 39) kemampuan kognitif yang memungkinkan pembentukan pengertian, berkembang dalam dua periode utama yang mencakup empat tahapan, tahap sensori, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal.

Selama tahap sensorimotor perkembangan kognitif anak mulai mengembangkan pengertian akan dirinya sebagai terpisah dan berbeda dari lingkungan, hubungan sebab-akibat, waktu dan ruang. Pengertian ini diperoleh lewat ekslorasi sensorimotor. Tahap sensorimotor berlangsung sejak lahir hingga saat anak berusia 2 tahun.

Tahap praoperasional perkembangan kognitif yang berlangsung sejak usia 2 tahun hingga 6 tahun, merupakan saat anak mampu menggunakan bahasa dan pemikiran simbolik. Hal ini tampak dalam permainan imajinatif mereka. Saat ini merupakan saat pemikiran egosentris, anak tidak mampu menerima pandangan orang lain dan tidak mampu memecahkan masalah yang melibatkan konsep-konsep bilangan atau kelas-kelas benda.

Tahap ketiga dari perkembangan kognitif ialah tahap operasi konkret, yang berlangsung sejak anak berusia 6 tahun hingga 11 tahun atau 12 tahun. Pada waktu ini konsep yang samar-samar dan tidak jelas dari masa prasekolah menjadi lebih konkret dan spesifik. Ini memungkinkan anak memulai berpikir secara deduktif, membentuk konsep ruang dan waktu, dan menggolongkan objek. Mereka mampu mengambil peran orang lain dan hal ini membuka jalan ke pengertian realitas yang lebih besar.

Dalam tahap keempat dan terakhir dari perkembang kognitif, tahap operasi formal, yang dimulai sejak usia 11 aau 12 tahun dan terus berlanjut, anak mampu mempertimbangan semua kemungkinkan dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil. Akibatnya mereka dapat meninjau masalah dari berbagai segi pandangan dan dapat mempertimbangkan berbagai factor saat memecahkan masalah. Pemikiran anak menjadi lebih luwes dan konkret dan mereka mampu menggabungkan informasi dari sejumlah sumber yang berbeda.

Dengan harapan, anak-anak akan terasah kemampuan menyusun kata, menemukan obyek bahasan yang menarik, dan menghasilkan sebuah karya tulis yang fantastis. Sehingga, akan bermunculanlah penulis-penulis yang profesional  dan akhirnya buku-buku yang ada dipasaran tidak lagi diramaikan oleh buku-buku luar yang diterjemahkan, buku-buku anak bangsa akan menjamuri semua toko buku yang ada di Indonesia.

Tentu, untuk menumbuhkan minat menulis pada anak-anak  memerlukan beberapa tahapan.

Pertama, Menumbuhkan kemampuan imajinasi anak, dengan menceritakan beberapapa cerita pendek yang mudah dicerna oleh mereka, cerita ini dapat berupa cerita bergambar singkat yang hanya berjumlah 10-12 halaman, dengan harapan mereka dapat dengan mudah mencerna makna yang ingin disampaikan oleh cerita. Untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan mereka dalam mencerna cerita tersebut, berilah tugas kepada mereka untuk membuat ringkasan dari cerita tersebut, baik dalam bentuk menceritakan kembali atau menuliskan kembali dalam beberapa kalimat singkat.

Setelah beberapa kali hasil ringkasannya menunjukkan hasil yang baik, telah menceritakan secara garais besar makna yang telah diceritakan, selanjutnya, mulailah dengan menceritakan cerita yang berbobot, atau cerita panjang, cerita yang perlu adanya konsentrasi penuh pada saat mendengarkannya. Hal itu dikarenakan, berlika-likunya jalan cerita yang akan disampaikan.

Kedua, Membiasakan untuk membaca. Untuk dapat menumbuhkan kebiasaan ini, perlu adanya kerjasama antara orang tua dan guru dalam menyukseskan ini. Orang tua harus meluangkan waktunya untuk mengajak anak ke toko buku atau perpustakaan, setiap bulan atau setiap beberapa minggu sekali dan bila dimunkingkan belilah buku yang menurut anak menarik, buatlah perpustakaan di rumah dan di sekolah, dan buatlah jadwal wajib bagi anak untuk membaca

Ketiga, Membiasakan meresume cerita yang telah ada. Setelah melewati dua tahapan sebelumnya, anakpun telah mengalami kemajuan, baik dalam memahami cerita yang kita ceritakan dan telah terbiasa untuk membaca sendiri, tanpa adanya perintah dari kita, mulailah buat tugas baru bagi anak, yaitu dengan memintanya membuat ringkasan cerita yang telah ia baca. Dengan beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan kemampuan anak. Setiap bulan sekali ada perkembangan, ditingkatkan, setiap dua minggu sekali dan seterusnya.

Keempat, membiasakan membuat cerita bebas, berbeda dengan cerita-cerita yang telah ada. Pada tahap ini, anak mulai dibimbing pada mengeluarkan imajinasinya dengan menggunakan kata-kata dan dapat dituliskan ke dalam kalimat. Setelah mengalami beberapa tahapan, anak telah memiliki kemampuan mencerna cerita dan  menceritakan kembali dengan kata-kata meraka. Anak telah memiliki bekal untuk mengeluarkan, mengembangkan, dan menuliskannya dalam bentuk cerita. Pada awal pelaksanaannya, masih sering ditemui, ceri-cerita anak yang kalimatnya belum beraturan, namun pada awal dan akhir cerita telah mengarah dan menggambarkan sebuah peristiwa.

Kelima, mempublikasikannya. setelah anak membuat cerita, publikasikan cerita tersebut dengan menempelkannya di kamar, rungan tamu (oleh orang tua) atau di kelas dan di mading sekolah (oleh guru), setelah beberapa cerita telah dihasilkan dan menurut anda (orang tua atau guru) telah menghasilkan cerita yang baik, terarah, tersusun, maka publikasikanlah cerita tersebut dengan membuat buku kumpulan cerita dengan modal anda sendiri atau dapat anda promosikan ke tempat-tempat percetakan, media elektronik dan cetak.

Semoga dengan beberapa tahapan tersebut, dapat memberikan solusi bagi orang tua atau guru untuk mengembangkan kemampuan menulis anaknya. Dengan harapan pada akirnya anak tersebut dapat menjadi penulis-penulis yang mampu mengahsilkan buku-buku best seller dan dapat meramaikan toko-toko buku dengan karya-karya mereka, karya anak bangsa.

Sumber : http://suaramerdeka.com

Posted on 1 Maret 2010, in Artikel Guru. Bookmark the permalink. 4 Komentar.

  1. isi blog bapak bagus. jika berkenan, saya mau mencantumkan tulisan bapak dalam makalah saya. tx

  2. amron toil hutabarat

    isi blog bapak membangun imajinasi, boleh saya kutip sebagai bahan skripsi pak?

Tinggalkan komentar